Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Satpam dan Guru SMAN 2 Sembawa Diduga Bertindak Tertutup, Lukai Harga Diri Wali Murid di Depan Siswa

Satpam dan Guru SMAN 2 Sembawa Diduga Bertindak Tertutup, Lukai Harga Diri Wali Murid di Depan Siswa
ReformasiRI.com, Banyuasin – Selain dugaan pungutan liar komite senilai Rp1 juta yang dipertanyakan oleh wali murid, insiden di SMAN 2 Sembawa juga diwarnai sikap arogan dan tidak manusiawi dari pihak sekolah (Salah satu guru) serta beberapa guru juga hadir saat ketegangan terjadi.
Berdasarkan penuturan salah satu wali murid (D), Satpam sekolah bersikap bahkan cenderung mengintimidasi. Ia menolak membuka gerbang sekolah meski wali sudah menunjukkan ID card dan surat tugas. Sikap tertutup ini dinilai sebagai bentuk penghalang-halangan terhadap hak publik untuk mendapatkan penjelasan yang transparan dari institusi pendidikan negeri.

“Kami datang sebagai orang tua, dengan niat baik. Tapi diperlakukan seperti pelanggar hukum. Satpam itu seolah-olah sekolah ini milik pribadi, bukan milik negara. Ini sekolah negeri, bukan kantor rahasia,” kata wali murid dengan nada kecewa. Kamis(03/06/2025) 

Lebih menyakitkan lagi, sejumlah guru yang datang ke gerbang justru menunjukkan gestur sinis dan kata-kata menyudutkan di hadapan wali murid. Salah satu guru bahkan menuding wali murid tersebut telah mengganggu proses belajar-mengajar. Parahnya, peristiwa tersebut terjadi di hadapan salah satu siswa yang adalah anak dari wali murid tersebut.

“Saya tidak menyangka, guru yang seharusnya menjadi teladan justru berkata seperti itu di depan anak saya. Anak saya sampai menangis karena merasa orang tuanya dipermalukan. Ini bukan pendidikan, ini pelecehan moral,” ungkap wali murid tersebut dengan mata berkaca-kaca.

Peristiwa ini menyoroti krisis etika yang terjadi di SMAN 2 Sembawa, tidak hanya dari aspek manajerial kepala sekolah, tetapi juga dari perilaku harian para pendidiknya yang memakai sandal. Seharusnya, sekolah menjadi contoh dan tempat terbuka yang mengedepankan dialog, bukan menjadi benteng yang menutup diri dari kritik.

Hardaya, aktivis Sumatera Selatan, angkat bicara, kembali menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab. Ia menyebut tindakan Satpam yang menolak akses publik ke lingkungan sekolah sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip pelayanan publik, bahkan berpotensi melanggar Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat atau petugas yang menghalangi hak warga negara.

Sedangkan, tindakan guru yang mempermalukan wali murid di depan siswa dinilai telah melanggar Kode Etik Guru Indonesia sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

“Guru seharusnya menjunjung tinggi etika, menghormati orang tua siswa, dan memberi contoh teladan. Kalau wali murid dipermalukan di depan anaknya sendiri, itu bisa menimbulkan trauma dan hilangnya kepercayaan terhadap institusi pendidikan,” ujar Hardaya.

Ia menambahkan bahwa pihaknya akan segera mengirimkan laporan resmi ke Dinas Pendidikan Provinsi dan Ombudsman RI agar dilakukan investigasi menyeluruh, tidak hanya pada aspek keuangan, tapi juga pada aspek pelayanan dan perilaku pendidik. 

“Sekolah bukan lembaga tertutup. Ketika ada dugaan penyimpangan, publik berhak tahu. Kami tidak akan berhenti sampai ada kejelasan dan pertanggungjawaban dari semua pihak,” pungkas Hardaya. (Tim/Red) 
Share:

Wali Murid Ditolak Masuk, SMAN 2 Sembawa Diduga Lakukan Pungutan Liar Komite Rp1 Juta

Wali Murid Ditolak Masuk, SMAN 2 Sembawa Diduga Lakukan Pungutan Liar Komite Rp1 Juta
ReformasiRI.com, Banyuasin – Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan arogansi pihak sekolah. Salah satu wali murid SMA Negeri 2 Sembawa, Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan, mendatangi sekolah untuk mempertanyakan dugaan pungutan komite sebesar Rp1 juta per siswa. Namun, kedatangan mereka justru tidak disambut dengan baik.
Insiden ini terjadi pada Selasa (3/06/2025), ketika Salah satu wali murid (D) berniat melakukan klarifikasi langsung kepada pihak sekolah. Namun ironis, wali murid ditahan oleh pihak keamanan sekolah di depan pintu gerbang, bahkan Pimpinan media yang mendapingi wali murid diminta Surat Tugas, setelah menunjukkan surat tugas dan ID card. Pintu gerbang tetap tidak dibuka untuk kendaraan masuk, dan wali murid tidak dipersilakan masuk hanya disambut didepan gerbang. 

“Sikap seperti ini jelas tidak mencerminkan etika pendidikan. Kami datang baik-baik, hanya ingin meminta penjelasan soal pungutan komite. Tapi justru ditolak mentah-mentah, bahkan disambut dengan sikap yang tidak hormat, hanya ditempatkan didepan gerbang sekolah” ujar wali murid kepada awak media.

Kejadian ini sempat menimbulkan ketegangan antara wali murid dan sejumlah guru di depan gerbang sekolah. Lebih menyedihkan lagi, pihak sekolah malah memberi tahu salah satu siswa yang sedang mengikuti pelajaran bahwa orang tuanya datang "mencari masalah". Akibatnya, siswa tersebut menangis karena tertekan secara psikologis.

Hampir setengah jam wali murid ini dibiarkan berdiri tanpa dipersilakan duduk, apalagi masuk ke ruang pertemuan. Tidak ada etika penyambutan ataupun upaya mediasi dari pihak sekolah.

Menanggapi hal ini, Hardaya, seorang aktivis Sumatera Selatan, mengecam keras perilaku Kepala Sekolah dan pihak manajemen SMAN 2 Sembawa. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap nilai-nilai dasar pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi keterbukaan, pelayanan publik, dan sikap mendidik.

“Kepala Sekolah SMAN 2 Sembawa tidak hanya gagal membangun hubungan harmonis dengan wali murid, tapi juga diduga telah melakukan pungutan liar yang melanggar hukum. Kami minta Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan segera mencopot Kepala Sekolah tersebut,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia meminta agar Inspektorat dan Kejaksaan melakukan audit investigatif terhadap semua manajemen keuangan SMAN 2 Sembawa termasuk juga pungutan komite yang dipersoalkan. 

Landasan Hukum Dugaan Pungli:
Pungutan komite yang tidak berdasarkan kesepakatan tertulis dan sukarela dari orang tua murid dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli). Berdasarkan:

Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, Pasal 10 ayat (1) dan (2), disebutkan bahwa komite dilarang melakukan pungutan, dan hanya dapat melakukan penggalangan dana berbasis sumbangan sukarela, bukan kewajiban atau paksaan.

Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: setiap peserta didik berhak mendapatkan biaya pendidikan yang adil dan tidak diskriminatif.

Pasal 368 KUHP: Pungli dapat dijerat dengan pasal pemerasan apabila terbukti adanya unsur paksaan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun.

UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: pungutan di lembaga pendidikan negeri yang dilakukan di luar ketentuan dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang, dan termasuk dalam kategori gratifikasi jika dimanfaatkan secara pribadi atau kelompok.

“Kami minta Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum tidak tutup mata. Dunia pendidikan tidak boleh menjadi ladang bisnis dan praktik otoriter. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi sekolah-sekolah lain,” pungkas Hardaya.(Tim/Red) 
Share:

Didatangi Wartawan dan Komite, Kepsek SMPN 34 Palembang Enggan Mengaku Jabatan, Sikap Arogan Disorot!

Didatangi Wartawan dan Komite, Kepsek SMPN 34 Palembang Enggan Mengaku Jabatan, Sikap Arogan Disorot!
Palembang, ReformasiRI.com – Etika dan sikap terbuka seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari sosok pemimpin pendidikan. Namun hal tersebut tampaknya tidak tercermin dari perilaku Maya Sari Yuningsih, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah SMP Negeri 34 Palembang.

Kunjungan silaturahmi dan komunikasi yang dilakukan oleh Nia, Bendahara Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Banyuasin sekaligus pimpinan media, bersama LS yang juga anggota komite sekolah, justru berbuah kekecewaan. Keduanya datang ke SMPN 34 Palembang pada Kamis (22/05/2025) sekitar pukul 09.00 WIB untuk menanyakan prosedur penerimaan siswa baru (SPMB) 2025, mengingat ada keluarga mereka yang berasal dari luar Provinsi Sumatera Selatan.

Awalnya, mereka diterima oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Margianti, S.Pd., dan dipersilakan duduk di ruang tamu. Namun, tak lama kemudian, keduanya diminta berpindah ke luar ruangan tanpa alasan jelas. Selanjutnya, mereka diarahkan oleh seorang guru untuk menunggu di depan ruang Kepala Sekolah.

Ironisnya, meski mereka sudah duduk di luar ruang Kepala Sekolah, terdengar suara keributan dari dalam ruangan. Setelah diperhatikan, ternyata sang Kepala Sekolah tengah berbincang dengan beberapa guru di dalam ruangan yang sama.

Nia kemudian berulang kali menanyakan siapa Kepala Sekolah yang sebenarnya, namun Maya justru enggan mengaku dan hanya mengatakan, “Saya sedang beres-beres, tangan kotor.” Setelah ditekan beberapa kali, barulah Maya Sari Yuningsih mengakui dirinya sebagai Kepala Sekolah.

Situasi kian memanas saat LS terlibat adu argumen dengan Margianti, yang masih bersikukuh mengatakan bahwa Kepala Sekolah sedang sibuk dan menyarankan agar mereka datang kembali keesokan harinya.

“Kami merasa sangat disepelekan. Apakah karena kami tidak mengungkapkan identitas pekerjaan kami, maka bisa dengan mudah diperlakukan tidak hormat seperti ini?” ujar Nia geram.

Nia menilai, sikap tertutup dan arogansi Maya menunjukkan ketidaksiapan dalam menjalankan tugas sebagai Kepala Sekolah. “Mungkin karena tidak berniat serius menjabat, makanya enggan memperkenalkan diri secara langsung,” ujarnya lagi.

ReformasiRI.com telah mencoba menghubungi Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kota Palembang, Kaplatul Dahlia, untuk mengonfirmasi kejadian ini. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak dinas.

Kasus ini mencerminkan pentingnya reformasi dalam sikap dan etika pejabat pendidikan di lingkungan sekolah. Masyarakat berharap kejadian seperti ini tidak terulang dan menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan Kota Palembang. (key/ef)

Share:

SMA Negeri 21 Palembang Buka Jalur SPMB 2025! Yuk Intip Sistem dan Kuotanya!

SMA Negeri 21 Palembang Buka Jalur SPMB 2025! Yuk Intip Sistem dan Kuotanya!
Palembang – SMA Negeri 21 Palembang nggak mau ketinggalan zaman! Hari ini, mereka resmi ngadain sosialisasi Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026, langsung di ruang multimedia sekolah. Acaranya rame banget, karena dihadiri Forkopimda, para lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas, plus perwakilan dari SMP, MTs, dan pesantren di Kecamatan Sukarame dan Talang Kelapa.

Bu Kepsek Hj. Alma Sundari bilang, tahun ini sistem pendaftaran udah makin canggih karena full digital. “Kita utamakan transparansi dan akuntabilitas. Jadi semua jalur masuk harus dipahami baik-baik biar nggak salah langkah,” ucapnya.

Ini dia jalur dan kuotanya:

Zonasi (Domisili): 35%

Afirmasi (tidak mampu/disabilitas): 30%

Prestasi Akademik & Non-Akademik: 15%

Tes Kemampuan Akademik: 15%

Mutasi Orang Tua: 5%


Nggak cuma itu, panitia juga ngasih tutorial step-by-step soal cara daftar online, mulai dari unggah berkas sampai pilih jalur yang sesuai. Super helpful!

Buat kamu yang pengen daftar, catet tanggalnya: 19–22 Mei 2025, lewat situs resmi Disdik Sumsel di https://s.id/spmbsumsel. Pantengin juga IG @disdik_provsumsel buat update-an penting, ya!

Bismillah, semoga lolos di sekolah impian!
Share:

SMAN 14 Palembang Gelar Acara Pelepasan Kelas XII Berkedok Silaturahmi

SMAN 14 Palembang Gelar Acara Pelepasan Kelas XII Berkedok Silaturahmi

Palembang, ReformasiRI.com — Meski sempat dibantah oleh pihak sekolah, kegiatan pelepasan siswa kelas XII SMAN 14 Palembang ternyata tetap dilaksanakan di Gedung Masturah dengan mengusung tajuk "Silaturahmi dan Syukur atas Kelulusan Siswa-Siswi SMAN 14 Palembang".Rabu,14 Mei 2025

Dikutip dari pemberitaan sebelum 8 Mei 2025, disebutkan bahwa akan ada kegiatan pelepasan siswa kelas XII baik di sekolah maupun di Gedung Masturah. Namun, bantahan disampaikan oleh Wakil Kepala Sekolah, Ibu N, saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp pada 8 Mei 2025. Ia menyatakan, “Silakan besok liput acara pelepasan kelas XII di sekolah pukul 07.00 sampai selesai. Urusan di Gedung Masturah itu urusan orang tua kelas XII. Sampai hari ini belum ada undangan.”

Namun, pada 14 Mei 2025, tim media mendatangi Gedung Masturah dan mendapati kegiatan yang tampak serupa dengan acara perpisahan. Seorang siswa kelas XII yang diwawancarai mengungkapkan, “Acara ini kami ada sumbangan sebesar Rp300.000. Duitnya dikumpulkan lewat wali kelas, dan orang tua kami tidak diwajibkan untuk datang.”

Pernyataan serupa juga datang dari salah satu orang tua wali yang tidak ingin disebutkan namanya. Ia mengatakan, “Kami tidak ikut rapat, tapi sudah diwakili oleh komite sekolah.”

Backdrop besar dalam gedung bertuliskan “Silaturahmi dan Syukur atas Kelulusan Siswa-Siswi SMAN 14 Palembang” memunculkan pertanyaan atas maksud sebenarnya dari acara tersebut, mengingat tema dan pelaksanaan acara mirip dengan kegiatan pelepasan resmi.

Ketua Panitia acara ibu SDR , saat diwawancarai di lokasi, menyatakan bahwa kegiatan tersebut bukan perpisahan, melainkan ajang silaturahmi. “Siswa-siswi yang menyelenggarakan acara ini. Mereka menabung sendiri. Ini hanya silaturahmi, bukan perpisahan,” ujarnya. Ketua Komite sekolah S yang turut diwawancarai menguatkan pernyataan tersebut.

Meski kegiatan diklaim bukan perpisahan resmi, kemiripan format dan substansi acara memunculkan pertanyaan mengenai transparansi, inisiatif, serta komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua siswa

Seperti apa yang sudah di sampaikan Plt Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Zulkarnain mengatakan telah membuat SE Nomor: 420/6974/SMA.2/Disdik.SS/2025 tentang kegiatan wisuda/perpisahan murid pada SMA dan SMK di Provinsi Sumsel pada 24 April 2025.

SE itu tindak lanjut dari Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah dan SE Sekjen Kemendikbudristek 14/2023 tentang Kegiatan Wisuda pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar, dan Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Menengah.

Ada lima poin yang ditetapkan dalam SE terkait fenomena dan budaya kegiatan wisuda/perpisahan murid Kelas XII yang sudah lulus pada SMA dan SMK.

"Pertama, kegiatan wisuda/perpisahan pada SMA dan SMK bukan sebagai kegiatan yang bersifat wajib. Diimbau untuk dilaksanakan secara sederhana dan khidmat dengan memaksimalkan fasilitas sekolah," ujar Zulkarnain, Senin (28/4/2025).

Berikutnya, kegiatan di sekolah agar melibatkan komite sekolah dan orang tua/wali murid sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbud. Ditegaskan juga jika sekolah dilarang memungut biaya dalam bentuk apapun pada poin berikutnya.

"Ketiga, pihak sekolah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun dan tidak boleh terlibat dalam pengelolaan dana komite sekolah," katanya.

Lalu, kepanitiaan dalam pelaksanaan kegiatan perpisahan/pelepasan murid tidak boleh melibatkan pihak sekolah, baik kepala sekolah, guru, maupun tenaga kependidikan guna menghindari potensi penyalahgunaan wewenang yang dapat membebani pihak tertentu secara finansial.

"Terakhir, apabila dalam proses persiapan pelaksanaan kegiatan perpisahan/pelepasan murid berpotensi menimbulkan gejolak dan permasalahan, maka kepala sekolah wajib menyesuaikan/membatalkan kegiatan tersebut," ungkapnya.

SE itu telah disampaikan kepada Gubernur Sumsel. Termasuk ke Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA/SMK Sumsel dan di kabupaten/kota serta Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dan Badan Musyawarah Perwakilan Siswa (BMPS) untuk sekolah swasta se-Sumsel.(Team)
Share:

Berita Populer