Palembang,— Praktik kotor dalam pengelolaan anggaran pendidikan kembali mencuat. Kali ini, SDN 81 Kota Palembang menjadi sorotan tajam setelah LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GRANSI) secara resmi melaporkan dugaan penyelewengan dana BOS, pungutan liar (pungli), proyek fiktif, hingga nepotisme ke Kejaksaan Negeri Palembang, Rabu (20/08/2025).
Aksi pelaporan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Umum GRANSI, Supriyadi, didampingi Koordinator Aksi M. Nurdin, Koordinator Lapangan M. Hariss, serta aktivis sosial M. Martin, yang dikenal lewat gerakan “Dewan Dak Jadi”. Turut hadir pula praktisi hukum M. Isa, S.H., M.H. sebagai penegas sikap hukum GRANSI dalam perkara ini.
“Ada tiga pelanggaran utama yang kami laporkan: pungli terhadap wali murid, proyek fiktif dalam penggunaan dana BOS, dan nepotisme dalam struktur kepegawaian sekolah,” tegas Supriyadi dalam orasinya di depan kantor Kejari Palembang.
Menurut laporan GRANSI, dugaan pungli dilakukan secara sistematis melalui grup WhatsApp wali murid, khususnya di kelas 1. Sekolah disebut mewajibkan iuran bulanan sebesar Rp20.000 per siswa untuk pembelian kipas angin.
Padahal, larangan pungutan di sekolah negeri sudah ditegaskan berkali-kali oleh Pemerintah Kota Palembang. Semua kebutuhan dasar seperti kipas angin, menurut GRANSI, seharusnya bisa dibiayai dari dana BOS.
“Kalau satu kelas ada 30 siswa, dalam setahun uang iuran bisa tembus jutaan rupiah. Itu bukan gotong royong, itu pungli yang terselubung,” ujar Supriyadi.
GRANSI juga menyoroti dugaan penggelembungan anggaran dan proyek fiktif pada program pengembangan perpustakaan. Dalam tiga tahun terakhir, dana yang diklaim digunakan sekolah untuk perpustakaan mencapai lebih dari Rp545 juta.
Rincian anggaran pengembangan perpustakaan SDN 81:
2022: Rp229.191.002
2023: Rp207.655.993
2024: Rp108.681.300
Namun, hasil investigasi GRANSI di lapangan menunjukkan tidak ada peningkatan fasilitas perpustakaan yang signifikan. Bahkan, ruang baca disebut masih mirip “gudang tua tanpa sarana memadai.”
“Setengah miliar rupiah tapi tidak ada hasil nyata. Ini indikasi kuat proyek fiktif,” beber Mukri, investigator GRANSI.
Lebih jauh, laporan GRANSI mengungkap dugaan nepotisme dalam struktur kepegawaian SDN 81. Kepala sekolah diduga mempekerjakan anak kandungnya sendiri sebagai staf administrasi sekaligus operator pengelola dana BOS, tanpa proses seleksi yang transparan.
“Ini rawan konflik kepentingan. Bagaimana mungkin orang yang paling dekat dengan kepala sekolah mengelola dana ratusan juta tanpa pengawasan ketat?” kata Supriyadi.
Dalam laporan resminya, GRANSI mendesak Kejari Palembang untuk segera memanggil kepala sekolah, menggeledah ruangan administrasi, serta memverifikasi langsung keberadaan barang-barang yang dibeli dari pungutan siswa, seperti kipas angin.
“Kami tidak ingin laporan kami masuk lemari arsip. Ini harus jadi atensi serius aparat penegak hukum,” tegas M. Isa, S.H., M.H.
Pihak Kejaksaan Negeri Palembang melalui Fahri dari Seksi Intelijen Sosial Politik menyatakan akan meneruskan laporan GRANSI ke pimpinan untuk ditindaklanjuti.
“Kami terima laporan ini dan akan kami proses sesuai mekanisme hukum,” ujar Fahri singkat.
Supriyadi menegaskan, GRANSI akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Bila perlu, pihaknya akan membawa perkara ini ke Kejaksaan Tinggi, KPK, hingga Ombudsman RI.
“Pendidikan adalah urusan masa depan. Kalau dana BOS saja dikorupsi, kita sedang membiarkan anak-anak tumbuh dalam sistem yang bobrok,” tutup Supriyadi.(Rilis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar