Mukri AS Pemulutan: Pilkada Langsung dan Hambatan Demokrasi, "Tak Ada Makan Siang Gratis"
Rubik - Mengulik dari aspek historis implementasi, Praksis pelaksanaan Pilkada langsung di Indonesia secara serentak dengan sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2024 merupakan yang kelima kalinya diselenggarakan di Indonesia, serta merupakan yang pertama kalinya melibatkan seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, terkecuali provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang gubernurnya tidak dipilih.
Pemilukada secara langsung dimaksudkan, Untuk mewujudkan kedaulatan rakyat secara langsung, Dengan asumsi melalui pilkada langsung rakyat terlibat dan bisa mengawasi tahapan, proses dan pelaksanaan-nya yang merupakan praktik dari Direct Demokrasi (Demokrasi langsung).
Uregensi Pilkada langsung (Politik Lokal) Merupakan kegiatan kompetisi Politik perebutan kepemimpinan pada Level Provinsi/Kab/Kota yang diperebutkan melalui mekanisme yang konstitusional yang sudah diatur oleh regulasi yang sudah tersepakati secara legetimite.
Telah diatur bahwa Cakada dan Wakil Cakada, diusung oleh Partai Politik dan gabungan Partai Politik yang memenuhi persyaratan 20 Persen perolehan Kursi di Prov DPRD/Kab/Kota, Surat dukungan Tersebut Finalisasinya harus melalui mekanisme dan tahapan penjaringan yang secara internal diputuskan oleh DPP Partai Politik masing-masing yang merekomendasinya, Artinya Kepiawian, dan Loby-Loby, Serta pemaparan Konsepsi, Gagasan yang bersangkutan, Harus mampu menyakinkan setiap Partai Politik yang merekomendasinya” Maksudnya Seorang Cakada dan Wakil Cakada, Harus memiliki modal yang surplus, Dalam merampungkan tahapan dan penjaringan di tingkatan parpol tersebut”. Klau tidak ada kemapuan yang mumpuni, Sebagaimana adagium politik yang sering kita dengar “Tidak ada Makan siang, Gratis dalam Politik”.
** Hambatan Demokrasi dalam Pilkada:
Korupsi Kolusi dan Nepotisme
Polarisasi dan Perbedaan Pilihan
Kesenjangan Kesejahteraan Ekonomi Sosial di Masyarakat
Tersumbat Nya menyatakan Pendapat
Penegakan Hukum Yang Lemah
Dari Ke-Lima Point itu, Menurut penulis, adalah hambatan Demokrasi dalam Kontestasi dan kompetisi serta Pelaksanaan Pilkada langsung yang akan di helat dalam pesta demokrasi Rabu 27 November 2024 mendatang,
Pertma: Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah Sikap dan perilaku yang buruk yang tidak sepatutnya,Karena tindakan Korupsi disamping perbuatan melawan hukum, Juga dapat membawa implikasi yang buruk bagi pelaksanaan birokrasi, dan rekam jejak seseorang dalam melanjutkan estafet kepemimpinan dimasa yang akan datang.
Kedua: Polarisasi dan Perbedaan Pilihan, Perbedaan dalam pilihan adalah bagian dari hak asasi manusia dan demokrasi, Kenena demokrasi itu dapat diartikan “Kebebasan ” dimana sikap Koptasi dan Terpengaruhnya akar rumput atau konstituen pemilih, akan berdampat pada konflik horizontal akibat terpolarisasi dengan perbedaan pilihan dalam proses pilkada, Konklusi politiknya adalah, Setipa Kandidat Cakada dan Wakil Cakada dan Parpol Pendukung, harus memberikan edukasi politik, dan mengedepankan kedewasaan dalam berpolitik, Perbedaan pilihan politik, Bukan berarti suatu Permusuhan, Sehingga kita meletakkan dalam porsi yang ideal, Bahwa perbedaan politik, pilihan politik adalah hakikat demokrasi dalam keniscayaan dalam berpolitik.
Ketiga: Kesenjangan Kesejahteraan Ekonomi Sosial di Masyarakat, Menyitir dari ungkapan pakar politik “ Tidak ada Demokrasi Politik, Tanpa demokrasi Ekonomi” Tingkat Ekonomi yang mapan dalam masyarakat dan tingkat Ekonomi yang belum mapan di masyarakat memberikan dampak yang positif dan dampak Negatif dalam Masyarakat kita dewasa ini, Karena Budaya Politik Masyarakat Indonesia, masih dalam lingkup tiga point berikut ialah Parokial, Budaya politik yang Rendah, diakibatkan Pendidikan yang masih relatif rendah, hinga membuka ruang bagi low politik Budaya Politik Kaula, dimana budaya politik lingkup masyarakat yang ekonominya mapan, tetapi acuh tak acuh dalam merespon gejala-gejala politik, dan Budaya Politik Partisipan ialah budaya politik yang responya tinggi dan ingin menciptakan politik yang semestinya terjadi.
Kesenjangan kesejahteraan ekonomi sosial di masyarakat didalam pilkadasung, selain menjadi tugas rumah Cakada dan Wakil Cakada yang harus diselesaikan apabila terpilih. Problem akut ini harus disiasati jangan sampai demokrasi langsung pilkada ini, membuka ruang Jor-Joran Money Politic, dan Transaksional jual beli suara rakyat dalam memenangkan salah satu cakada dan wakil cakada mendatang, yang berdampak pada Bmburuknya kualitas demokrasi dan daulat rakyat prov. Sumatera Selatan. “ Seolah – olah, Uang adalah Kuasa ”
Ke-Empat: Hambatan demokrasi dalam Pilkadasung, jangan sampai tersumbatnya masukan dan kritikan baik, oleh para aktivis, LSM, NGO, Akademisi dan Pengamat Politik tentang hiruk pikuk dan hingar-bingar Pelaksanaan Demokrasi pilkada langsung, karena itu semua adalah “Pil Sehat” bagi tumbuh kembang Demokrasi kita, apapun Masukan , Kritikan, bahkan gerakan lapangan yang dilakukan kalangan aktivis dan LSM, terkait Seputar Pilkadasung adalah bagian aksesoris demokrasi yang melekat demi kesempurnaan dan Kualitas Pilkada langsung yang bersih, Jujur dan Demokrastis. Tersumbat-Nya menyatakan Pendapat tidak boleh terjadi, karena itu tidak selayaknya terjadi dalam sistem pemerintahan demokrasi sekarang.
Ke-Lima: Penegakan Hukum Dalam Pilkada. Sudah Mafhum dalam tiap pelaksanaan Pilkadasug musti saja tedapat Sengketa, Perselisihan dan bahkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, kalaupun itu terjadi, Aturan hukum tentang yang mengatur pelanggaran tersebut harus ditegakkan secara konsisten sesuai dengan peraturan yang ada.
Penegakan hukum musti, tidak boleh ter-interpensi oleh kekuatan apapun yang dapat mempolarisasinya, Sehingga tingkat kecurangan dalam pelaksanaan pilkadasung dapat di minimalisir, Kalau kita semua taat dan patuh pada aturan yang telah ditetapkan, Pastilah pilkadasung itu berjalan sesuai rencana, dan kualiatasnya sesuai dengan asas kepemiluan, sehingga masyarakat yang sadar akan tegaknya supremasi hukum, merupakan cerminan dari masyarakat Indonesia, Karena Indonesia adalah Negara hukum, Bukan Negara Kekuasaan, artinya setiap masyarakat, Lembaga , Perseorangan yang melanggar hukum, Harus dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, Apalagi dalam kontestasi pelaksanaan pilkada, yang menyangkut masa depan sebuah pemerintahan dimasa yang akan datang.
Penulis: Mukri AS Pemulutan.S.Sos.I., M.Si.
Ketua DPW MSK-Indonesia Sumsel & PB.FPMP