ReformasiRI.com, Palembang – Proses hukum terkait laporan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 dan/atau 266 KUHP yang melibatkan AR, anggota DPRD Banyuasin, terus bergulir di Polda Sumsel. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan oleh penyidik sebagai bagian dari rangkaian penyelidikan.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/B/726/VI/2025/SPKT POLDA SUMATERA SELATAN tertanggal 4 Juni 2025, penyidik telah memanggil dan memeriksa beberapa saksi. Seperti diberitakan sebelumnya, pada 11 Agustus 2025 saksi berinisial AL dan HY telah memberikan keterangan. Kemudian pada 12 Agustus 2025 giliran NR, MS, dan SG memenuhi undangan penyidik untuk dimintai keterangan.
Hal ini dibenarkan oleh AW, kuasa hukum pelapor. “Benar, sudah banyak saksi yang dimintai keterangan, termasuk seluruh keluarga pelapor yang merupakan ahli waris. Di antaranya YS yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Desa Sumber Makmur sebelum AR. Untuk keterangan lebih lanjut silakan langsung konfirmasi ke masing-masing saksi. Informasi terakhir yang saya terima, penyidik dalam waktu dekat akan turun ke lapangan untuk meninjau objek perkara,” ujar AW saat dikonfirmasi.
Salah satu saksi, IW, yang juga merupakan pelapor, menjelaskan bahwa dirinya pernah menjabat sebagai Ketua Panitia Pembuatan Surat Pengakuan Hak (SPH) pada tahun 2017. Menurut IW, ia bersama perangkat desa lainnya tidak pernah membuat SPH atas nama Koramil. “Pada 2016 pernah ada permintaan dari AR untuk dibuatkan SPH, namun kami tolak karena secara administrasi tidak memenuhi syarat, dan secara fisik tanah tersebut memang sudah ada yang mengelola sejak lama,” jelas IW melalui pesan singkat.
NR, mantan Sekretaris Desa Sumber Makmur, juga memberikan keterangan serupa. Ia menyebut pada tahun 2017 pernah diperintahkan oleh AR, saat itu menjabat Kepala Desa, untuk melakukan pengukuran tanah. “Sebagai bawahan saya jalankan perintah, pengukuran dilakukan bersama kepala dusun, RT, dan didampingi Babinsa. Setelah itu saya buat berita acara pengukuran dan menandatangani dokumen tersebut. Namun soal terbitnya SPH, saya tidak tahu menahu karena setelah itu saya pindah tugas ke kantor camat Muara Padang,” kata NR.
NR menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menandatangani SPH yang dimaksud. “Kalau tanda tangan saya ada dalam dokumen SPH, maka besar dugaan tanda tangan tersebut dipalsukan. Yang saya tanda tangani hanya berita acara pengukuran, bukan SPH,” ujarnya.
Pernyataan NR ini dipertegas oleh IW yang menyebutkan bahwa beberapa tanda tangan dalam dokumen SPH diduga bukan tanda tangan asli pihak terkait. “Banyak tanda tangan yang diduga dipalsukan, termasuk tanda tangan saya,” kata IW.
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan di Polda Sumsel, dan pihak penyidik direncanakan akan melakukan peninjauan langsung ke lokasi dalam waktu dekat. (Aldi/Tim/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar