Banyuasin - Masyarakat Minangkabau dari dulu tidak bisa dipisahkan dengan "Surau dan Lapau ", kedua tempat ini secara positif memegang peranan penting dalam aktivitas sosial budaya masyarakat Minangkabau dalam menempa diri, mengasah kemampuan guna mempelajari agama Islam dan Adat budaya Minangkabau, termasuk ketrampilan berdiskusi, berdialog dan adu argumentasi.
hal tersebut masih terbawa ke tanah rantau dalam bentuk yang berbeda namun hakikatnya tetap sama. Di warung kopi misalnya yang populer dinamai (lapau) sambil sarapan pagi dan minum kopi pada sore hari setelah melepas lelah dari pasar, tempat usaha serta pekerjaan, terjadilah berbagai dialog, pembahasan mulai dari persoalan sehari-hari yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, Agama ,ilmu pertanian, ekonomi, keamanan , sosial budaya sampai kepada Ranah politik dan hukum.
Biasanya di Lapau atau warung kopi ada istilah yang begitu populer,
"Sasampik sampik" (sempit sempit) apapun waktu yang tersedia, orang-orang yang ada di lapau pasti memyempatkan waktu membahas sesuatu. Dan yang lebih penting lapau bukan untuk menggosip, tetapi tempat saling berbagai pengalaman, adu argumen/pendapat, dan semua yang ada di situ berperan sebagai “Narasumber” tanpa moderator dan biasanya pembahasan akan menggunakan berbagai sudut pandang yang berbeda Seperti agama, politik, Serta persoalan sosial dan realita kehidupan lainnya, termasuk masalah pemimpin dari berbagai tingkat mulai bawah sampai atas ( dari RT sampai presiden) tidak luput dari perhatian dan pembahasan.
untuk menentukan pemimpin ,kriteria dan persyaratan, tidak lepas pula dari pembicaraan dilapau ( warung kopi) , yaitu dengan Filosofi dan sudut pandang tentang syarat calon pemimpin, bagi orang Minangkabau dengan beberapa syarat dan kriteria minimal ,TOKOH,TAKAH, dan TAGEH ( dikenal dengan 3T).
Tokoh yang disebut dengan Tokoh masyarakat adalah orang-orang yang memiliki pengaruh di masyarakat, baik tokoh masyarakat yang dipilih secara formal, maupun yang didapatkan secara informal.
Seorang tokoh masyarakat adalah seseorang yang memiliki posisi dalam lingkungan tertentu dan memiliki pengaruh besar. Mereka umumnya dianggap penting oleh masyarakat dan dekat dengan masyarakat untuk menjadi seorang pemimpin dan itu diminang Kabau adalah sesuatu hal yang penting.
ketokohan seseorang didalam masyarakat akan menjadi faktor penting karena kecil sekali kemungkinannya seseorang yang entah darimana asalnya, entah apa yang sudah dibuatnya untuk masyarakat, tiba tiba muncul menjadi calon pemimpin, kalaupun ada menurut pengalaman penulis hal itu tidak akan mendapat dukungan yang bermakna.
TAKAH adalah performance, penampilan, penampakan yaitu Orang yang enak dipandang, punya kharisma dan wibawa disebut "manakah", Takah bukan berarti gagah atau cantik, belum tentu orang gagah atau cantik adalah orang yang takah. Orang yang gagah atau cantik belum tentu terlihat cerdas atau berwibawa. Orang Minangkabau dalam percakapan sehari hari akan berucap ” ndak ado potongan nyo ntuak jadi pemimpin do, ndak manakah”.
TAGEH, dalam dialek beberapa daerah di Minangkabau dibaca juga TOGEH, adalah Tegas. Seorang pemimpin dituntut untuk bersikap tegas dan bijaksana, dalam adagium adat disebutkan “Alu tataruang patah tigo, samuik tapijak indak mati” ( Alu terbentur patah tiga, semut terinjak tidak mati ) artinya seorang pemimpin itu harus tegas dalam bertindak, alu tataruang patah tigo, tapi walaupun begitu dia harus bijaksana sehingga semut kalau terinjakpun oleh dia tak akan mati, ini bahasa kiasan. Tapi harus diingat, tageh bukan berarti keras atau kasar, orang Minang tidak akan suka dengan pemimpin yang kasar, apalagi kalau mulutnya kotor.
Bagi orang Minangkabau, berfikir filosofis adalah milik setiap individu atau pribadi orang Minangkabau itu sendiri karena sudah terbiasa berbicara dengan "petatah petitih" yang mengandung filosofi tentang kehidupan sosial dalam situasi dan kondisi yang terjadi sehari harinya "Bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek Mufakat" artinya kata sepakat itu pada intinya didapat dari hasil perundingan dalam musyawarah.
sungguhpun tidak tercantum atau tidak ada aturan yang mengatur peran dan sikap Niniak Mamak/ pemuka Minangkabau untuk melindungi dan mengayomi warga Minangkabau di perantauan. Tetapi secara moral jelas Niniak Mamak/ pemuka Minangkabau terpanggil untuk melindungi kamanakan / masyarakat Minangkabau di perantauan. Sebagai ungkapan petuah bijak Minangkabau:
"Kamanakan barajo ka mamak"
Jadi acuan Niniak Mamak. Sebagai kata Raja pada Mamak dan Raja tentu melindungi dan mendukung warga (Rakyat) dalam kondisi apapun.
Tentu kata mendukung ini yang harus di rumuskan dalam Momen pemilihan kepala daerah (pilkada ) ini dalam bentuk sikap yang Arif dan bijaksana. Mengingat kamanakan (warga masyarakat) ada yang memiliki hajat untuk maju dan juga merupakan Marwah suku Minangkabau di saat duduk di eksekutif nanti. Tentu sikap itu harus lahir dari musyawarah mufakat sesama Niniak Mamak dengan berpedoman pada sikap loyalitas sang calon kepala daerah yang akan didukung.
Tolak ukur inilah yang sering menjadi landasan sehingga Bacalon bisa melenggang untuk dapat terpilih dalam dukungan Niniak Mamak / pemuka Minangkabau, dengan demikian para pemuka Minangkabau / Ninik mamak harus mempunyai 4 sifat utama tambah 2 yang merujuk kepada sifat kepemimpinan Nabi Besar Muhammad SAW, yang sering disebut dengan Sifat Panghulu Nan Ampek;, Siddiq (benar), Tabligh (aktif, inspiratif, komunikatif,menyampaikan / ), Amanah (dipercaya) dan Fathonah (cerdas, punya kemampuan & pengetahuan),”serta Iman dan Taqwa.
Kata Fatonah (Cerdas) di sinilah Ninik Mamak,/ pemuka masyarakat Minangkabau Harus cerdas serta bijak menyikapi setiap fenomena dan persoalan yang ada. Termasuk dalam menyikapi pilkada yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
Oleh ; H Gusra Yetri Datuak Rajo
Mangkudun, S.H.,
(Ketua IKM kabupaten Banyuasin)
Post: Red